Tampilkan postingan dengan label kesehatan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kesehatan. Tampilkan semua postingan

Senin, 11 Desember 2017

Tentang Polio (Poliomyelitis)

Setelah sekian lama, akhirnya saya memiliki kesempatan kembali menulis postingan. Kali ini saya menulis tentang polio, sebuah penyakit yang menyebabkan saya terperangkap menjadi seorang difabel seumur hidup. Penyakit yang menyebabkan saya mengalami keterbatasan gerak hingga membutuhkan alat bantu berupa brace, canadian, dan kadang kursi roda.
Saya menulis ini karena ternyata masih banyak orang yang tidak tahu tentang polio. Banyak dari mereka yang beranggapan salah tentang polio. Banyak yang beranggapan bahwa penyebab polio adalah panas/demam dan suntikan. Bahkan ibu saya sendiri pun masih beranggapan bahwa ‘panas’ lah yang menyebabkan saya seperti ini. Atau kadang beliau beranggapan bahwa kaki saya mengecil sebelah karena disuntik. Bahkan karena anggapan tersebut sampai sekarang ibu saya selalu takut dengan jarum suntik. Padahal yang sebenarnya ‘panas/demam’ adalah salah satu gejala seseorang terjangkit polio. Sedangkan mengenai suntik, sampai sekarang saya googling, masih belum/tidak menemukan fakta ilmiah bahwa suntikan adalah penyebab dari polio.  
Sebenarnya banyak sekali situs yang memberikan informasi tentang polio, termasuk situsnya WHO, Mayoclinic, Alodokter dan juga Wikipedia.
Polio (poliomyelitis) adalah penyakit yang disebabkan virus polio (PV). Sebuah penyakit yang bisa mengakibatkan seseorang menjadi difabel/disabilitas. Virus polio mudah menular dan menyerang sistem saraf. Bahkan pada kasus tertentu bisa menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian.
Virus polio ditularkan melalui makanan/minuman yang terkontaminasi dengan tinja yang mengandung virus polio. Dalam tubuh manusia, virus polio menjangkiti tenggorokan dan usus. Selain itu, virus polio juga bisa menyebar melalui tetesan cairan yang keluar saat penderitanya batuk atau bersin. Dalam beberapa kondisi, infeksi virus ini dapat menyebar ke aliran darah dan menyerang sistem saraf.
Polio sendiri ada 2 jenis, yakni polio non-paralisis dan polio paralisis. Polio non-paralisis termasuk jenis polio yang ringan dan tidak menyebabkan kelumpuhan. Gejala-gejala polio non-paralisis antara lain: muntah, lemah otot, demam meningitis, merasa letih, sakit tenggorokan, sakit kepala, serta kaki, tangan, leher dan punggung terasa kaku dan sakit. Gejala ini berlangsung selama 1 hingga 10 hari.
Polio paralisis adalah polio yang berat karena dapat menyebabkan kelumpuhan. Gejala awal polio paralisis sering kali sama dengan polio non-paralisis, seperti sakit kepala dan demam. Gejala polio paralisis biasanya terjadi dalam jangka waktu seminggu, di antaranya adalah sakit atau lemah otot yang serius, kaki dan lengan terasa terkulai atau lemah, dan kehilangan refleks tubuh.
Beberapa penderita polio paralisis bisa mengalami kelumpuhan dengan sangat cepat atau bahkan dalam hitungan jam saja setelah terinfeksi. Polio paralisis sendiri terbagi menjadi polio spinal dan polio bulbar. Pada polio spinal, virus polio menyerang saraf tulang belakang dan motorneuron yang mengkontrol gerak fisik. Sedangkan pada polio Bulbar, yang diserang adalah batang otak yang di dalamya terdapat saraf motorik yang mengatur pernafasan.
Indonesia telah dinyatakan sebagai negara yang bebas dari polio sejak awal tahun 2014, oleh WHO (World Health Organization). Namun demikian hal tersebut tidak menutup kemungkinan polio bisa menyerang lagi mengingat penyakit ini termasuk menular, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa daya tahan tubuh seseorang berpengaruh di dalamnya. Namun hal yang paling penting untuk diingat adalah bahwa polio tidak bisa disembuhkan dan tidak ada obatnya. Satu-satunya cara menangkal polio adalah dengan melakukan pencegahan melalui vaksinasi polio.

Rabu, 27 Agustus 2014

Jamu Indonesia: Warisan Budaya Yang Harus Dilestarikan


Jamu Kunir Asem (kunyit asam)
Jamu. Siapa yang yang tak mengenalnya?... Jamu adalah obat tradisional asli Indonesia. Jamu umumnya terbuat dari bahan-bahan alam seperti, rimpang (akar-akaran), daun, kulit batang, dan buah. Tak jarang dalam jamu juga terkandung bahan-bahan dari hewan seperti tangkur buaya, empedu ular ataupun kuning telur ayam kampung. 

Meskipun menurut Peraturan Kepala Badan POM No. HK.00.05.4.1384 Tahun 2005 pasal 1 dikatakan bahwa jamu adalah obat tradisional Indonesia, namun sebagian orang lebih menganggap jamu sebagai pencegah penyakit daripada sebagai obat. Hal ini mungkin karena jamu tidak memiliki efek langsung sebagaimana obat kimia. Oleh karena itu orang sering menyebut jamu sebagai ramuan atau bahan ramuan yang bermanfaat untuk kesehatan dan kecantikan.  

Namun lebih dari itu, jamu adalah perwujudan dari budaya masyarakat Indonesia. Jamu adalah hasil cipta, rasa, dan karsa bangsa Indonesia sejak berabad-abad yang lalu. Dan jamu masih tetap dipergunakan hingga sekarang.
 
Beberapa sendi kehidupan masyarakat Indonesia tak lepas dari jamu. Misal, di Jawa, untuk remaja putri yang pertama kali mendapat haid, orang tuanya akan membiasakan dia untuk meminum jamu kunir asem (kunyit asam) agar haid lancar. Lalu setelah haid, maka sebagian akan meminum jamu galian singset yang dimaksudkan untuk menjaga tubuh agar tidak ‘melar’ (gemuk). Hal ini sudah menjadi kebiasaan hingga sekarang. Saya katakan ini, bukan hanya karena saya mengkonsumsinya, namun karena saya juga melihat teman dan juga ibu-ibu tetangga mengerubuti mbok jamu untuk membeli jamu kunir asem. Seringkali saat bertegur sapa, mereka akan mengatakan ‘Lagi dapat’…. Bukankan kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang akan menjadi budaya dalam masyarakat?

Mengapa jamu berkhasiat?

Jamu memiliki khasiat yang banyak tak lain karena komponen pada masing-masing jamu itu sendiri. Misalnya jamu kunir asem (kunyit asem) bermanfaat antara lain, untuk mengatasi masalah menstruasi, menghilangkan bau badan tidak sedap serta dapat menjaga tubuh tetap langsing. Jamu kunir asem terbuat dari kunyit (Curcuma domestic Linn), asam jawa (Tamarindus indica) dan gula jawa (gula merah).

Dalam situs Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB disebutkan bahwa kunyit (kunir) mempunyai khasiat antara lain:
  • Bagian rimpangnya bermanfaat untuk: mengobati diabetes mellitus, tifus, usus buntu, desentri, keputihan, haid tidak lancar, perut mulas saat haid, penyakit cangkrang, amandel, berak berlendir, morbili serta memperlancar ASI. Morbili adalah penyakit anak menular yang lazim ditandai dengan ruam serupa dengan campak ringan atau demam scarlet, pembesaran serta nyeri limpa nadi
  • Sebagai anti fertilitas dan penolak nyamuk. Hal in karena kandungan kurkumin yang ada pada kunyit.
Kurkumin sendiri adalah senyawa aktif yang mempunyai efek anti inflamasi dan antioksidan yang kuat. Sebuah studi di Universitas Texas mengungkap bahwa kurkumin dapat menghambat pertumbuhan kanker kulit, melanoma (kanker kulit yang ditandai dengan tahi lalat yang memiliki karakteristik berbeda dari biasanya), dan memperlambat penyebaran kanker payudara ke paru-paru. Selain itu, dari sebuah penelitian di Unversitas Tufts, dinyatakan bahwa kurkumin dalam kunyit dapat membantu mencegah pertumbuhan kembali sel-sel lemak setelah penurunan berat badan. 

Sedangkan asam jawa sendiri bermanfaat untuk mengatasi demam, sakit perut, morbili, dan sariawan.

Selain kunir asem, ada juga jamu beras kencur yang berkhasiat menghilangkan pegal-pegal pada tubuh, jamu uyub-uyub yang bermanfaat untuk meningkatkan produksi ASI, jamu brotowali untuk mengatasi demam dan rematik.

Lestarikan Jamu Indonesia

Apa yang disebutkan di atas hanyalah sebagian dari jamu yang dikenal di daerah Jawa Tengah. Masih ada jamu lain seperti Jamu Aceh, Jamu Padang, Jamu Madura, Jamu Sunda, Jamu Papua atau jamu dari daerah lain. Tiap daerah di Indonesia, dari barat sampai ke timur, memiliki jamunya masing-masing yang sudah digunakan sejak berabad-abad lalu. Ini adalah bukti keanekaragaman (kebhinekaan) dari budaya Indonesia. Karena, sekali lagi, jamu adalah hasil cipta, rasa dan karsa dari nenek moyang kita. Sebuah ciri khas yang menjadi kebanggan bangsa Indonesia. Maka jamu perlu dilestarikan sebelum tergerus dan tergantikan oleh obat-obatan kimiawi ataupun obat-obat dari Negara lain.

Ada beberapa cara untuk melestarikan jamu Indonesia, antara lain:
  • Sosialisasi yang terus-menerus kepada para pembuat dan pedagang jamu tentang higienitas dan kemurnian jamu. Termasuk di sini adalah untuk mencegah ‘oknum’ nakal yang menjual jamu yang dicampur dengan obat kimia, yang tentu saja akan berakibat buruk untuk kesehatan
  • Melakukan saintifikasi jamu, dengan melibatkan lembaga-lembaga research. Dengan harapan kelak, dokter lebih merekomendasikan jamu daripada obat-obat kimia yang seringkali menimbulkan efek samping
  • Modernisasi dan pengemasan yang menarik. Meskipun tak dipungkiri sudah ada sebagian (kecil) jamu yang sudah berbentuk pil, serbuk, dan dikemas menarik
  • Mensosialisasikan jamu kepada masyarakat dengan semangat back to nature.
Sekali lagi, jamu adalah obat tradisional Indonesia. Milik Indonesia. Kita harus bangga dan menjaganya. Lestarilah Jamu Indonesia, Warisan Kebudayaan Dunia.


Referensi:


Artikel ini diikutkan dalam Lomba Penulisan Artikel Jamu di Blog yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Biofarmaka (PSB LPPM-IPB) pada kegiatan Dies Natalis Pusat Studi Biofarmaka IPB ke-16.